Petua memberi nasihat
JIWA TARBAWI 484
Memberi nasihat jangan sampai menyakiti, ...
Berilah nasihat kerana ..
1. Mengharapkan redha Allah Ta’ala
Kerana hanya dengan niat inilah , seseorang itu berhak atas pahala dan ganjaran dari Allah Ta’ala di samping berhak untuk diterima nasihatnya.
Rasulullah sallallaahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya setiap amal itu bergantung kepada niatnya dan sesungguhnya setiap orang itu hanya akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya (dinilai) kepada Allah dan RasulNya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka (hakikat) hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
2. Bukan bertujuan memalukan orang yang dinasihati
Seseorang yang hendak memberikan nasihat harus berusaha untuk tidak memalukan orang yang hendak dinashati. Ini adalah musibah yang sering terjadi pada kebanyakan orang, saat dia memberikan nasihat dengan nada yang kasar. Cara seperti ini boleh memberi kesan buruk atau menjadikan keadaan lebih teruk. Dan nasihat pun tidak mencapai sebagaimana yang diharapkan.
3. Menasihati secara rahsia
Nasihat sering disampaikan dengan terang-terangan ketika hendak menasihati orang ramai seperti ketika menyampaikan ceramah. Namun kadangkala nasihat harus disampaikan secara rahsia kepada seseorang yang memerlukan sentuhan atas kesalahannya. Dan umumnya seseorang hanya dapat menerimanya ketika dia sendirian dan suasana hatinya baik. Itulah masa yang tepat untuk menasihati secara rahsia, dan bukan secara terbuka. Sebaiknya nasihat yang baik jika disampaikan di tempat yang tidak tepat dan dalam suasana hati yang sedang marah maka nasihat tersebut hanya bagaikan asap yang berkepul dan seketika menghilang tanpa bekas.
Al Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah ta’ala berkata:
“Apabila para salaf hendak memberikan nasihat kepada seseorang, maka mereka menasihatinya secara rahsia… Barangsiapa yang menashati saudaranya berduaan saja maka itulah nasihat. Dan barangsiapa yang menasihatinya di depan orang banyak maka sebenarnya dia memalukannya.”
(Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam)
Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh Zhahiri rahimahullahu ta’ala berkata,
“Jika kamu hendak memberi nasihat sampaikanlah secara rahsia bukan terang-terangan dan dengan sindiran bukan terang-terangan. Terkecuali jika bahasa sindiran tidak dipahami oleh orang yang kamu nasihati, maka berterus teranglah!”
(Al Akhlaq wa As Siyar)
4. Menasihati dengan lembut, sopan, dan penuh kasih sayang
Seseorang yang hendak memberikan nasehat haruslah bersikap lembut, sensitif, dan beradab di dalam menyampaikan nasihat. Sesungguhnya menerima nasihat itu diumpamakan seperti membuka pintu. Pintu tidak akan terbuka kecuali dibuka dengan kunci yang tepat. Seseorang yang hendak dinasihati adalah seorang pemilik hati yang sedang terkunci dari suatu perkara, jika perkara itu yang diperintahkan Allah maka dia tidak melaksanakannya atau jika perkara itu termasuk larangan Allah maka ia melanggarnya.
Oleh itu, harus ditemukan kunci yang betul untuk membuka hati yang tertutup. Tidak ada kunci yang lebih baik dan lebih tepat kecuali nasihat yang disampaikan dengan lemah lembut, diutarakan dengan beradab, dan dengan ucapan yang penuh dengan kasih sayang.
Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Setiap sikap kelembutan yang ada pada sesuatu, pasti akan menghiasinya. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya.
(HR. Muslim)
Fir’aun yang seorang yang kejam dan keras di masa Nabi Musa namun Allah tetap memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun agar menasihatinya dengan lemah lembut.
Allah Ta’ala berfirman,
فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut.”
(Thaha: 44)
Nasihat yang diberi secara keras dan kasar hanya akan menyebabkan banyak pintu yang tertutup . Banyak orang yang diberi nasihat, namun tertutup dari pintu hidayah. Banyak kerabat dan karib yang hatinya semakin jauh. Banyak pahala yang terbuang begitu saja. Dan sudah tentu banyak ruang bantuan yang diberikan kepada syaitan untuk merosak hubungan persaudaraan.
5. Tidak memaksa kehendak
Salah satu kewajiban seorang mukmin adalah menasihati saudaranya ketika ia melakukan keburukan. Namun dia tidak berkewajiban untuk memaksanya mengikuti nasihatnya. Seorang pemberi nasihat hanyalah seseorang yang menunjukkan jalan, bukan seseorang yang memerintahkan orang lain untuk mengerjakannya.
Ibnu Hazm Az Zhahiri mengatakan:
“Janganlah kamu memberi nasihat dengan mensyaratkan nasihatmu harus diterima. Jika kamu melanggar batas ini, maka kamu adalah seorang yang zalim…”
(Al Akhlaq wa As Siyar)
6. Mencari waktu yang tepat
Bukan setiap masa, orang yang hendak dinasihati itu bersedia untuk menerima nasihat. Adakalanya jiwanya sedang resah, marah, sedih, atau hal lain yang membuatnya menolak nasihat tersebut.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma menyebut :
“Sesungguhnya adakalanya hati bersemangat dan mudah menerima, dan adakalanya hati lesu dan mudah menolak. Maka ajaklah hati ketika dia bersemangat dan mudah menerima dan tinggalkanlah ketika dia malas dan mudah menolak.”
(Al Adab Asy Syar’iyyah, Ibnu Muflih)
Jika seseorang ternyata tidak mampu menasihati dengan baik maka dianjurkan untuk diam dan hal itu lebih baik kerana ianya akan lebih menjaga dari perkataan-perkataan yang akan memperburuk keadaan dan dia boleh meminta tolong kawannya agar menasihati orang yang dimaksudkan.
Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah berkata yang baik atau diam…”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Syarhu Al Arba’in An Nawawi memberikan beberapa faedah dari nukilan hadis di atas iaitu wajibnya diam kecuali dalam kebaikan dan anjuran untuk menjaga lisan.
Jangan pernah putus asa untuk memohon pertolongan Allah kerana pada hakikatnya Allahlah Yang Maha Membolakbalikkan hati seseorang. Biar sekeras mana pun hati seseorang namun tidak ada yang mustahil jika Allah berkehendak untuk melembutkan hatinya dan menunjukkan kepada jalan-Nya.
Wallaahu Al Musta’an.
ABi
Comments
Post a Comment